Kamis, 03 April 2025

Cerpen "Upacara Pemakaman" oleh Fajarmana

 

"Upacara Pemakaman"

Fajarmana



Hujan mulai terasa semakin deras malam ini, aku yang tidak sempat memakai jas hujan harus segera bergegas menuju Alun-alun kota menggunakan sepeda motor untuk menghampiri temanku yang sedang berada di sana. Sekitar 5 menit yang lalu ketika aku sedang lahap menghabiskan nasi goreng, temanku Diana menelponku secara tiba-tiba, memberitahu bahwa dirinya sedang mengalami kesulitan. Aku sebenarnya tidak tahu pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi, namun aku yakin bahwa itu merupakan kondisi yang tidak baik.

Aku mulai menaikan kecepatanku menembus hujan dan kemacetan, menyalip mobil yang berjalan lambat di jalan yang licin. Tiba-tiba terdengar dering handphone dari dalam tasku, yang membuatku semakin menaikan kecepatan, karena aku yakin itu dari Diana yang semakin membutuhkan bantuanku.

Sesampainya di Alun-alun, aku mengambil handphone dari tasku, beruntung tasku terbuat dari bahan yang kedap air, jadi hanphoneku tidak basah. Aku mengambil handphone, dan mengecek riwayat telpon. Ternyata yang sedari tadi menelponku adalah Faiz teman di sekolahku dulu. Aku sejenak mengabaikan itu, aku langsung menelpon Diana. Diana memberi tahu posisinya, ada di pendopo alun-alun yang tidak jauh jaraknya dari tempatku memarkirkan motor.

Sesampainya di sana, aku langsung menghampirinya. Diana cukup terkejut melihatku yang basah kuyup.

"Ya ampun Dion, kamu enggak pakai jas hujan?" tanya Diana.

"Tidak sempat. Kamu kenapa?"

Diana bercerita bahwa dia habis bertengkar dengan pacarnya di jalan, pertengkaran itu katanya pertengkaran hebat, hingga Diana meminta diturunkan dari motor pacarnya, lalu akhirnya Diana ditinggal sendiri.

Astaga! Kupikir hal yang benar-benar gawat. Iya tidak salah sebenarnya, tetap memerlukan bantuan jika kondisinya seperti ini. Tapi jika aku tau begitu, aku seharusnya masih bisa memakai jas hujan terlebih dahulu.

Tapi yasudahlah, aku memang sudah terbiasa juga. Baik darurat atau tidak, seorang mahasiswa Bimbingan Konseling sepertiku ini memang harus siap sedia mendengarkan bahkan membantu orang lain, karena itu sudah termasuk kode etik seorang konselor. Seperti yang sudah-sudah, aku sebagai konselor memang sering mendengarkan, dan memberi saran orang-orang yang membutuhkan konseling. Tidak sedikit teman-temanku menganggap bahwa aku adalah orang paling tepat untuk dijadikan tempat cerita. Banyak mereka yang memujiku sebagai pemenang dalam hal teman paling baik dan penolong. Aku cukup senang dengan apa yang kukerjakan dan pujian yang diberikan.

Diana memintaku untuk mengantar dia pulang ke indekosnya, aku tidak keberatan, karena kebetulan searah dengan jalan pulang.

Tiba-tiba handphoneku berdering, dari Faiz. Aku mengangkatnya. Faiz mengajakku untuk ke rumahnya, katanya dia sedang sendiri di rumah, butuh teman ngopi.

"Paling bisa jam 12 maleman sih, Iz. Aku ada jadwal konseling jam 10 ini." Aku memberi tahunya. Lalu Faizpun setuju.

Aku memang membuka konseling untuk mahasiswa di kampusku yang butuh jasa konselor. Ya walaupun aku bukan seorang profesional, tapi niatku memang murni membantu orang-orang yang butuh tempat cerita.

Lalu aku mengantar pulang Diana ke indekosnya, sekaligus aku juga pulang ke rumah untuk berganti pakain dan bersiap-siap pergi menemui pasienku, kebetulan juga hujan sudah mereda, jadi aku dan Diana bisa langsung pulang.

Sesuai janji temu, aku melakukan konseling di kafe sekitar kampus. Konseling berlangsung selama hampir 2 jam, karena banyak hal yang diceritakan oleh pasienku. Aku sebenarnya sudah cukup mengantuk, ditambah badanku juga mulai tidak enak, mungkin karena kehujanan tadi ketika menghampiri Diana.

Sesi konseling selesai, aku bergegas pulang karena petir mulai bergemuruh, pertanda akan ada hujan susulan, aku tidak mau lagi membiarkan tubuhku bersedia menerima semua rintik hujan itu, jadi aku putuskan untuk pulang dan istirahat.

* * *

Pagi ini aku terbangun oleh jam wekerku. Aku mengecek handphone untuk memastikan hari ini ada kuliah atau tidak. 4 panggilan tak terjawab dari Faiz, astaga aku lupa bilang kalau aku tidak jadi kerumahnya. Dan Faiz juga mengirim pesan yang berisi ceritanya tentang masalah yang sedang dihadapinya, dan di situ juga terdapat pesan permintaan maaf dan perpisahan. Sejenak aku mencerna apa yang faiz ucapkan dalam pesannya. Lalu aku melihat grup WhatsApp dan ramai memperbincangkan sesuatu. Dan aku tercengang ketika membaca berita bahwa Faiz sudah meninggal dunia, dia bunuh diri di kamarnya tadi malam.

Aku termenung, memandang kosong tembok yang berada di depanku, air mataku menetes, derasnya nyaris seperti hujan semalam. Bagaimana bisa aku membiarkan Faiz menghadapi masalahnya sendiri? Bagaimana bisa aku membiarkan temanku sendiri melewati malam mengerikan sedangkan aku sibuk mendengar cerita orang lain yang bahkan tidak aku kenal? Dan bagaimana mungkin orang lain menganggap aku pemenang dalam hal pertemanan sedangkan nyatanya aku kalah karena gagal menolong temanku yang sedang kesulitan?

Aku menghadiri upacara pemakaman temanku sebagai teman terburuk diantara teman Faiz yang lain. Dan selanjutnya aku menjalani hari-hari dengan penyesasalan atas kekalahan terbesar sebagai seorang konselor gagal.

 Selamat jalan Faiz, maafkan temanmu ini.

 

Selesai


Cerpen ini aku tulis tahun 2023 di Cilegon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages

SoraTemplates

Best Free and Premium Blogger Templates Provider.

Buy This Template